KPK sita aset milik Andhi Pramono. (Foto: Istimewa).
Jakarta, Jurnas.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset bernilai ekonomis milik mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono di Kota Batam, Kepulauan Riau, Kamis, 22 Februari 2024.
"Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penyitaan beberapa aset bernilai ekonomis lainnya yang diduga milik Tersangka AP (Andhi Pramono) yang berlokasi di Kota Batam, Kepulauan Riau," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin 26 Februari 2024.
Aset yang disita penyidik di antaranya, satu bidang tanah dan bangunan seluas 840 meter persegi yang berlokasi di Komplek Grand Summit at Southlinks, Sekupang, Kota Batam.
Kemudian, satu bidang tanah beserta bangunan di perumahan Center View, Blok A Nomor 32, Kota Batam. Satu bidang tanah seluas 1.674 meter persegi di Kelurahan Batu Besar, Nongsa, Kota Batam.
Selain itu, penyidik KPK juga menyita 14 tuko yang berlokasi di Tanjung Pinang. Penyitaan aset ini mengikutsertakan Kasatgas Pengelola Barang Bukti KPK, Ahmad Budi Ariyanto.
"Salam rangka untuk menjaga dan perawatan aset sitaaan serta kelancaran koordinasi dengan pihak terkait lainnya," kata Ali.
Nantinya, aset-aset yang telah disita KPK akan dibawa ke persidangan untuk dibuktikan bahwa aset itu hasil dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Sehingga dapat dirampas dalam rangka aset recovery," kata Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Andhi Pramono sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan TPPU. Andhi didakwa telah menerima gratifikasi sejumlah Rp58,9 miliar terkait pengurusan barang ekspor impor.
Andhi diduga menerima gratifikasi itu sejak 2012 sampai dengan 2023, sejumlah Rp50.286.275.189,79; USD264.500 atau Rp3,8 miliar; serta SGD409.000 atau Rp4,8 miliar.
KPK merinci, Andhi menerima uang dari pengusaha sembako Suriyanto sejumlah Rp2,4 miliar pada 2 April 2012. Namun terdapat pengembalian uang sejumlah Rp95 juta sehingga Andhi menerima Rp2,3 miliar.
Selanjutnya, penerimaan uang sejumlah Rp2,7 miliar dalam 81 kali transaksi pada 22 Mei 2022. Uang itu diterima Andhi dari Rony Faslah, Makmun Rony Faslah PT, Masrayani dan Nur Kumala Sari.
Lalu penerimaan fee dari PT Agro Makmur Chemindo atas pengurusan jasa undername perusahaan dan jasa kepabeanan impor sejumlah Rp1,5 miliar. Uang itu diterima Andhi melalui tiga rekening atas nama orang lain yang dikuasai.
Penerimaan dari pengurus operasional ekspedisi CV Berkah Jaya Mandiri, Rudi Hartono sejumlah Rp1,1 miliar yang dilakukan dalam tujuh kali transaksi pada 2015.
Penerimaam dari beneficiary owner PT Mutiara Globalindo Rudy Suwandi pada 2016 sampai dengan 2021 sejumlah Rp345 juta pada 2016 sampai dengan 2021.
Kemudian, pada 2018, Andhi menerima Rp360 juta dari Komisaris PT Indokemas Adhikencana Johannes Komarudin melalui rekening atas nama Iksannudin.
Andhi menerima Rp952 juta dari Hasim bin Labahasa selaku beneficiary owner PT Putra Pulau Botang Perkasa dan La Hardi selaku Direktur dari perusahaan tersebut pada Januari 2019.
Dia pun menerima dari beneficiary owner PT Global Buana Samudra, Sukur Laidi sejumlah Rp480 juta pada September 2021. Uang itu diberikan secara bertahap dalam 16 kali penerimaan.
Selain itu, terdapat penerimaan lain oleh Andhi dari sejumlah pihak pada April 2012 yang jumlah seluruhnya mencapai Rp7 miliar. Dia juga disebut menerima uang tunai senilai Rp4,1 miliar sejak 2012 sampai dengan 2022 dari berbagai pihak.
Andhi didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
KEYWORD :KPK Andhi Pramono Bea Cukai Makassar Gratifikasi Pencucian Uang